Pernah merasakan komputer lamban sebab penuh dengan perangkat lunak tidak penting? Sama juga implikasinya dalam kehidupan harian. Kita mungkin susah merelakan koleksi kaset klasik, kumpulan buku yang menggunung, tumpukan baju, kaus kaki yang kehilangan pasangannya, pulpen habis tinta, atau sekadar tiket nonton bioskop dua bulan lalu. 

Banyak barang tak fungsional tersimpan di lemari

Kerumitan ini yang erat dikaitkan dengan minimalis lifestyle. Konsep minimalis sendiri tidak ada definisi saklek untuk dirumuskan. Dengan slogan “less is more”, minimalis kerap dianggap sebagai gaya hidup yang mana kita menurunkan jumlah barang sampai pada tingkat minimum. 

Seni hidup minimalis diidentikkan sebagai kepunyaan orang Jepang. Ambil contoh semisal Marie Kondo, KonMari, atau Fumio Sasaki. Sedangkan pada belahan bumi barat, contoh sepele tercermin dari kaus abu abu Mark Zuckerberg atau kaus turtleneck ala Steve Jobs. Coba lihat produk keluaran logo apel tergigit, hanya ada satu tombol untuk iPhone dan tanpa banyak kabel steker pada iMac.
Menurut saya pribadi, minimalis lebih dari itu. Bebas dari teori negara mana, agama mana, latar belakangan yang mana. Lebih mengacu kepada mindset atau pola pikir yang mengusahakan segalanya sesederhana mungkin, tidak hanya terbatas pada materi secara fisik. 
Bicara topik minimalis pun bahkan mampu mengarah pada keadaan finansial. Semisal hanya punya satu kartu kredit, satu rekening giro, atau tabungan untuk dana darurat, mengurangi pembelian barang diskonan, sampai lebih memilih menginvestasikan uang untuk melancong ketimbang membelanjakan demi seonggok barang. 

Pernah membaca komik karangan Mai Yururi dengan judul “Watashi no uchi niwa nannimo nai” yang artinya “Tidak ada apa-apa di rumah saya”? Atau pernah mendengar penelitian selai? Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelian selai lebih tinggi saat hanya ada 6 varian ketimbang 24 varian rasa. Dengan terlalu banyak pilihan, konsumen cenderung khawatir masih ada rasa lebih baik dari yang dibelinya. 

Ada banyak kelebihan yang coba diajarkan oleh gaya hidup minimalis. Mencoba realistis, mengurangi materialis atau hedonis, tidak mudah menuruti keinginan sesaat. Tokoh bijak sering menekankan bahwa kebahagiaan sejati bukan datang dari luar namun dari proses senantiasa membersihkan hati untuk lebih ikhlas lagi menerima apapun yang terjadi. Menghindari mengukur segalanya berdasar pada materi apalagi sampai mencoba membandingkan diri dengan orang lain hanya lewat substansi kekayaan. Mengajak kita mencoba sedikit bernapas di tengah rumitnya kehidupan, berdamai dengan apapun yang kita punyai, menghindari tekanan terus menerus, mencoba sebisa mungkin menjauhkan diri dari stres. 
Meski tidak ingin menyangkut pautkan dengan suku, agama, ras manapun tetapi saya ingin menarik benang merah antara minimalis dengan nilai kebaikan Islam. Bagaimana kita terlahir tanpa membawa apa-apa, melatih syukur atas tiap bentuk kepemilikan, menyisihkan uang untuk sedekah alih alih membeli barang, sifat qanaah untuk selalu merasa cukup, dan menghindari pola hidup mubazir. Mubazir ini mengacu kepada menyumbangkan barang tanpa nilai tambah kepada orang lain atau menghilangkan kebiasaan menghamburkan uang hanya karena lapar mata. Daripada memenuhi keinginan kamu, kamu bisa menggunakan uang kamu tersebut untuk permodalan UMKM. 

Beberapa tips mungkin dicoba untuk mulai gaya hidup minimalis dari sekarang. Jauhkan diri dari kegemaran menyetok barang, bayangkan tempat yang harus disumbangkan untuk barang yang belum berguna saat ini. Hindari barang barang kembar, semisal memiliki dua sampai tiga gunting padahal fungsinya sama. Lebih memilih barang multifungsi, seperti dispenser panas dingin ketimbang kulkas dan termos. Coba beralih ke digital alias menyimpan kenangan dalam bentuk elektronik daripada fisik. Singkirkan barang yang tidak lagi kamu gunakan dalam 3-6 bulan terakhir. 

Sebagai penutup, saya akan mengambil sebuah kutipan menarik dalam film The Fight Club bunyinya, “Setelah kehilangan segalanya, barulah kita bebas melakukan apa saja.” Silahkan menginterpretasikannya dengan sudut pandang masing-masing dan selamat memulai menjadi minimalis.

15 Comments

  1. Aku juga mulai menerapkan gaya hidup minimalis nih mak, terutama urusan alat-alat dapur, beli yang perlu-perlu aja sampai ibuku kalau datang suka ngomel-ngomel karena alat dapurnya dikit banget, kalau kata ibuku piring harus punya stok paling ngak dua atau tiga lusin...wkwkwk. Tapi menurutku daripada buat nyetok barang yang belum tentu di pakai setiap hari, mending buat yang lain...bisnis online misalnya...hahaha.

    ReplyDelete
  2. Benerrrr banget!
    Kalo banyak barang di rumah, pikiran malah kalut, berantakan, ambyaaarrr
    Barang dikit jadi tenang banget
    --bukanbocahbiasa(dot)com--

    ReplyDelete
  3. Mantap banget, deh. Masih terus belajar menerapkan gaya hidup minimalis, nih.

    ReplyDelete
  4. Saya juga sedang mencoba menerapkan hidup minimalis nih, menahan keinginan untuk beli-beli barang yang jarang digunakan dan tidak beli barang baru jika barang yang lama tidak benar-benar rusak dan tak bisa diperbaiki lagi.

    ReplyDelete
  5. makkk di rumahku banyak barang2 ga jelas. gemes pengen disingkirkan tapi suami bilang sayang, siapa tahu kepake wkwkkw. jadi weh tempat nyimpen barang full mulu :D

    ReplyDelete
  6. Aku banget nih, suka beraat banget melepas barang2 koleksi pribadi. Padahal tu barang-barang udah ngak kepake dan bikin penuh ruangan aja hihi....
    Smg kedepannya bisa menerapkan gaya hidup minimalis ini.

    ReplyDelete
  7. Bener banget mak.. Kadang mau buang barang yang ada kenangan nya tuh.. Gimana gitu...sayang banget mak....

    ReplyDelete
  8. Makjleb tentang masih nyimpen tiket bioskop, hihiii
    Tapi soal baju emang sih, udah lama menerapkan model keluar 4 kalo beli 1 baju. Trus soal kekayaan, bagi aku dan suami, nggak penting karena lebih nyaman hidup secukupnya. Harta yang kami miliki cukup lah untuk makan dan keperluan keluarga, sisanya untuk orang tua dan kerabat serta kenalan yang kurang mampu. Jadi niat bekerja itu bukan untuk ngumpulin duit, tapi untuk membantu sesama

    ReplyDelete
  9. Itulah Mak, aku juga pengen punya kekuatan super untuk membesar hati agar kuat menghadapi keluarnya barang barang ga penting itu dari rumah, masih sayang gitu lho haha

    ReplyDelete
  10. decluttering ya supaya enggak pusing mikirin banyak barang. Maunya hidup simple gini, sih, tapi kadang sayang buang benda-benda penuh kenangan.

    ReplyDelete
  11. Baru di tahun ini saya mulai membiasakan diri dengan gaya hidup minimalis. Rasanya jadi lebih happy karena barang yang dimiliki nggak menuh-menuhin ruangan. Yang masih banyak banget itu adalah stok gelas minum 6 lusin dan piring yang nggak tau deh jumlahnya berapa. Padahal kami tingg cuma berempat. Haha.

    ReplyDelete
  12. wah akupun juga pengen deh punya gaya hidup minimalist, ga kebanyakan beli dan nimbun barang yang ga perlu. huhuhu. makasi infonya ya maaaak

    ReplyDelete
  13. Nah, gaya hidup minimalis ini justru suamiku yang susah banget diajakinnya. Barangnyaaaa... ampun dah segala macam dikoleksi. Istrinya loh nggak ada seperempatnya barang-barangnya. Taksuruh baca artikel ini aja kalik ya Mak Irits. ;)

    ReplyDelete
  14. Saya masih belum bisa nih menerapkan gaya hidup yang minimalis tapi tetap membatasi. Kenapa suka stok barang? karena kalau pas kehabisan barang tersebut gak bingung musti beli dulu semetara saat itu juga diperlukan, contoh gas elpiji

    ReplyDelete

Maaf ya iriters karena banyaknya spam yang masuk, semua komen dimoderasi dulu. Terimakasih sudah berkunjung :)