Oleh: Fitria Rakhmawati

Makan pagi alias sarapan bagi sebagian orang mungkin tidak terlalu penting. Tapi bagi saya, sarapan adalah ritual pagi yang semaksimal mungkin harus saya jalani setiap hari.

Sebagai seorang wanita karir, saya juga punya rutinitas pagi yang tidak bisa saya tinggalkan. Terhitung sejak bangun tidur sekitar pukul 04.00 WIB, saya tidak berhenti beraktivitas di rumah. Mulai dari bantuin suami menyiapkan jualan nasi plus lauknya, menyetrika seragam kerja hingga menyiapkan bekal untuk sarapan dan makan siang saya.


Mungkin ada yang bertanya-tanya, ngapain saya harus sibuk bikin bekal buat sarapan, sedangkan suami kan juga jualan nasi? Kan bisa ngambil nasi yang buat jualan tadi? Well, jadi begini yah, suami saya emang jualan bekal buat sarapan, yaitu nasi kuning dan nasi uduk. Kedua nasi tersebut rasanya gurih karena dibumbui dengan berbagai rempah dan santan. Sedangkan saya kurang begitu suka dengan nasi yang berasa. Saya lebih suka menyantap nasi biasa tanpa ada rasa apa pun alias plain. Jadi mau nggak mau saya harus menyiapkan bekal sendiri.

Balik lagi ke soal sarapan. Pertama, bagi saya, sarapan itu penting karena sebagai penambah energi. Lha bagaimana tidak, sejak jam 07.30 WIB-duhur, saya sudah mulai mengajar di kelas. Kalau dapat kelas yang isinya murid-murid yang sikapnya bikin adem ayem dan tentrem sih nggak masalah. Tapi kalau dapat jadwal kelas yang isinya siswa putra yang sulit dikendalikan, itu benar-benar bikin pusing dan energi terkuras habis.

Energi yang seharusnya bisa ON terus hingga siang, sudah terkuras di pertengahan jalan sekira pukul 10.00 WIB lantaran menghadapi siswa yang energinya turah-turah. Jadi kalau saya tidak mengasup energi dengan sarapan, nggak kebayang deh gimana jadinya.

Kedua, dengan bawa bekal maka saya bisa ngirit. Saya tak perlu keluar uang untuk beli sarapan dan makan siang. Memang sih saat jam makan siang, pihak sekolah menyediakan makan siang di dapur asrama. Dulu saya sering makan siang di asrama. Tapi sekarang sudah jarang makan di asrama karena saya banyak tidak cocoknya dengan menu makanannya. Lha daripada saya makan, terus masih tersisa, mending tidak usah makan di asrama sekalian. So, membawa bekal sendiri dari rumah adalah langkah paling tepat menurut saya.

Sebagian teman-teman saya juga mengalami hal yang sama seperti saya. Kalau tidak cocok dengan masakan di asrama, mereka cari makan siang di kantin sekolah. Oia, siswa di sekolah kami, baik putra maupun putri, mayoritas tinggal di asrama. Mereka mendapatkan jatah makan tiga kali sehari. Saat jam makan siang, kami para guru diperbolehkan pihak sekolah untuk nimbrung makan bareng para siswa.

Lalu bagaimana sih kok bisa dan punya waktu menyiapkan bekal sarapan? Ya bisa dong kalau persiapannya dilakukan sejak malam hari. Misalnya mengupas bawang merah dan bawang putih, mencuci sayur serta menyiapkan berbagai bumbu, saya persiapkan sejak malam.

Masaknya juga tidak perlu yang terlalu ribet harus ada sayur ini dan itu atau pakai bumbu ini dan itu. Untuk urusan bumbu, wajib pakai bawang putih, bawang merah, garam dan gula untuk semua masakan. Cabai, merica, daun salam, serai, lengkuas dan sebagainya, itu sekadar bumbu tambahan.

Sayuran juga pakai 1-2 macam saja biar nggak ribet mencuci, mengupas dan memotongnya. Memang sih kelihatannya simpel wong cuma mencuci atau mengupas saja kan nggak butuh waktu banyak. Tapi yang perlu diingat adalah ini pagi hari dan saya juga harus bijak membagi waktu, karena urusannya bukan masak saja.

Sayuran yang biasanya saya pakai untuk pagi hari adalah terong rebus atau goreng dipadu dengan sambel tomat. Sambel tomat bisa juga buat menemani rebusan bunga kol dan kacang panjang. Bisa juga pakai sayur asem yang waktu kita beli sudah dipotong kecil-kecil, jadi kita tinggal bersihin aja.

Sedangkan untuk nasi, kalau ada waktu banyak ya saya usahakan menanak nasi dengan panci dan dandang. Tapi kalau waktunya mepet, jalan paling simpel adalah menanak nasi pakai majic jar. Tinggal colok, pencet, selesai.

Soal lauk, saya tergolong orang yang nggak ribet mau makan pakai lauk apa. Bahkan krupuk pun bisa menjadi lauk yang nikmat buat saya. Kalau pengin yang bergizi, paling goreng/rebus telur. Kadang juga pakai daging ayam, lele, bandeng atau tongkol yang sore/malam harinya sudah saya marinasi dengan bumbu dan disimpan di freezer. Jadi pas pagi tinggal goreng sreng!

Terakhir untuk penyajian, saya pakai dua kemasan bekal mirip bento yang terbuat dari plastik yang food grade. Ya, ya, saya pakai kemasan bekal yang berkualitas dan awet, yang mereknya sudah terkenal di kalangan emak-emak itu lhoo.

Tapi kenapa harus pakai dua kemasan sih? Jadi begini, kemasan pertama untuk sayur dan lauk. Kemasan kedua khusus nasi dua porsi untuk saya makan saat sarapan dan makan siang. Pengalaman saya, kalau nasinya dicampur dengan lauk dan sayur, maka akan mudah basi kalau dimakan pas siang. Kalau dipisah begitu bisa aman semuanya. Khusus untuk sayur yang berkuah sebaiknya diwadahi plastik dulu baru ditaruh di Bento box.

Sekian tips menyiapkan bekal dari saya. Semoga bermanfaat.

Penulis adalah guru matematika di salah satu sekolah di Kota Semarang.

0 Comments